3ri-2014, Jakarta Politik praktis merupakan fenomena kompleks dalam dunia politik yang dapat digambarkan sebagai arena perebutan kekuasaan, keinginan, dan motivasi yang berbeda-beda. Politik praktis adalah bidang di mana segala upaya, strategi dan taktik digunakan untuk mencapai dan mempertahankan kekuasaan. Menurut Arsakal, politik praktis adalah suatu perang yang terampil dimana aktor-aktor politik bersaing dan bersaing satu sama lain untuk mendapatkan dukungan publik dan mencapai posisi kekuasaan tertinggi.
Politik praktis adalah dimensi di mana partai politik memainkan peran mendasar dalam pengembangan strategi kampanye, perumusan kebijakan, dan interaksi politik. Sebagai medan pertempuran ide dan kepentingan, politik praktis mencerminkan dinamika perubahan sosial. Namun perlu dicatat, seperti dikemukakan Arsakal, politik praktis tidak selalu sejalan dengan politik identifikasi.
Politik praktis mungkin tetap netral terhadap pengaruh karakteristik kelompok tertentu, namun kenyataan menunjukkan bahwa politik praktis dapat menjadi wadah bagi gerakan politik, khususnya integrasi kelompok-kelompok kecil seperti suku, agama, ras, dan lain-lain. digunakan sebagai alat untuk mempengaruhi preferensi pemilih. Dengan demikian, pemahaman komprehensif mengenai politik praktis, identitas, dan bangsa memberikan pemahaman yang lebih luas mengenai kompleksitas dinamika politik dalam masyarakat.
Untuk lebih jelasnya, 3ri-2014 rangkum berikut dari berbagai sumber informasi mengenai pengertian dan contoh politik praktis, Rabu (3/6/2024).
Politik praktis merupakan fenomena dalam dunia politik dimana berbagai keinginan, motivasi, kepentingan, dan keputusan saling bertemu, saling bertentangan, dan berebut kekuasaan. Dalam tataran yang lebih spesifik, kekuasaan yang berorientasi pada politik praktis dapat berbentuk jabatan, jabatan, atau jabatan tertentu. Namun secara implisit, yang sebenarnya dipertanyakan adalah kekuasaan dan wewenang untuk mengambil keputusan yang berdampak pada masyarakat secara keseluruhan.
Sebelum adanya konsep demokrasi seperti yang kita kenal sekarang, politik praktis ditandai dengan “perang” atau konfrontasi fisik antara dua kubu atau lebih yang bersaing memperebutkan kekuasaan. Selama periode ini, persaingan politik dapat mencakup konflik bersenjata dan tindakan ekstrem lainnya dalam upaya untuk mendominasi.
Namun seiring berkembangnya konsep demokrasi, politik praktis bergeser ke bentuk persaingan yang lebih kompleks. Saat ini, persaingan politik melibatkan pertarungan ideologi, perang kepribadian, strategi dan taktik politik yang rumit, serangan terhadap basis teritorial politik, dan perlombaan untuk memenangkan simpati publik.
Dalam politik demokrasi praktis, partisipasi masyarakat menjadi sangat penting, dan proses politik tidak hanya terbatas pada elite politik saja, namun melibatkan partisipasi aktif warga negara. Politik praktis kontemporer menggunakan media untuk mempengaruhi kampanye politik yang canggih, pemasaran citra politik, debat politik, dan opini publik.
Oleh karena itu, politik praktis tidak hanya melibatkan perebutan kekuasaan secara fisik, tetapi juga upaya merebut hati dan dukungan masyarakat melalui cara-cara yang lebih strategis dan komprehensif. Perubahan-perubahan ini mencerminkan perubahan dalam cara kekuasaan politik dipegang dan dipertahankan dalam masyarakat yang lebih kompleks dan beradab saat ini.
Politik praktis mengacu pada bidang di mana semua keinginan, motif, kepentingan dan tekad bersaing untuk mendapatkan kekuasaan. Dalam konteks ini, kekuasaan mencakup kekuasaan pengambilan keputusan dan wewenang negara. Seiring dengan evolusi konsep demokrasi, politik praktis beralih dari peperangan fisik ke perjuangan yang kompleks. Berikut contohnya: 1. Tindakan PKI dan PNI saat menyingkirkan HMI
Dahulu, khususnya pada masa Orde Lama, partai politik seperti PKI (Partai Komunis Indonesia) dan PNI (Partai Nasional Indonesia) melakukan politik nyata dengan menindas organisasi mahasiswa seperti HMI (Liga Umat Islam). Siswa). ). Tindakan tersebut merupakan upaya untuk menciptakan kelompok yang kuat melalui intimidasi, penganiayaan, dan penghapusan atau pelemahan oposisi politik mereka. 2. Partai politik yang mempunyai orang-orang terkenal
Beberapa partai politik kontemporer menggunakan popularitas selebriti sebagai strategi politik yang layak. Mereka merekrut selebriti untuk bergabung dengan partainya dan berpartisipasi dalam pemilihan umum. Hal ini dirancang untuk menarik dan mendukung selebriti yang sudah mengenal dan mengaguminya. 3. Peran politik TNI di era Orde Baru
Pada masa pemerintahan Orde Baru di Indonesia, TNI (Tentara Nasional Indonesia) dianggap sebagai alat politik yang seharusnya netral, namun nyatanya digunakan untuk mendukung pemerintah yang sedang berkuasa. TNI terlibat dalam mengendalikan oposisi politik, ikut campur dalam pemilihan umum, dan menciptakan iklim politik yang menguntungkan petahana. 4. Iklan partai politik di kampus
Kenyataan bahwa kampus seharusnya menjadi zona netral oleh partai politik menunjukkan realpolitik yang tidak sejalan dengan prinsip independensi akademik. Kampanye jenis ini dapat mempengaruhi siswa dan menciptakan netralitas dalam pendidikan. 5. Waktunya kebijakan moneter
Tim Sukses (Timses) yang terdiri dari Pemimpin Potensial, yang mendistribusikan uang kepada masyarakat, adalah contoh utama kebijakan moneter. Acara ini bertujuan untuk menggalang dukungan masyarakat dengan memberikan materi dan kebutuhan sebagai imbalan atas dukungan politik. Hal ini menciptakan peluang ketergantungan dan korupsi dalam proses politik. 6. Menutupi kejahatan dengan pengorbanan politik
Terkadang, teman politik dijadikan tebusan untuk menutupi korupsi besar di partai dan lembaga pemerintah. Praktik-praktik ini menciptakan lingkungan politik yang kurang transparan dan dapat melemahkan integritas dan kepercayaan publik terhadap proses politik. 7. Kriminalisasi lawan politik
Dalam politik praktis, terkadang orang yang berkuasa menggunakan institusi hukum untuk mengkriminalisasi lawan politiknya. Hal ini dapat mencakup sumpah palsu, penggunaan hukum secara selektif, atau campur tangan politik dalam sistem peradilan untuk menekan oposisi dan mempertahankan kekuasaan.
Politik praktis, politik identitas, dan politik nasional merupakan konsep yang berbeda dalam konteks politik, meskipun keduanya berkaitan dengan dinamika kekuasaan dan pengaruh dalam masyarakat. Perbedaan pengertian politik praktis, politik identitas, dan politik nasional adalah sebagai berikut: 1. Politik praktis
Artinya: Politik praktis mengacu pada upaya memperoleh dan mempertahankan kekuasaan melalui strategi dan taktik yang mencakup berbagai aspek seperti kampanye politik, negosiasi politik, dan penggunaan sumber daya politik.
Tujuan: Fokus utamanya adalah memperoleh dan menjalankan kekuasaan politik tanpa berhubungan dengan kelompok tertentu. Politik praktis dapat melibatkan berbagai kelompok dan cenderung inklusif, dengan tujuan mendapatkan dukungan sebanyak-banyaknya. 2. Kebijakan Identitas
Artinya: Politik identitas menitikberatkan pada penggunaan identitas oleh kelompok tertentu (misalnya suku, agama, ras) sebagai landasan untuk menuntut hak-hak khusus atau memperjuangkan kepentingan khusus.
Tujuan: Ada upaya untuk menonjolkan karakteristik berbeda yang hanya melayani kelompok tertentu, dan untuk mencapai tujuan. Politik identitas dapat mendorong pemisahan dan kategorisasi kelompok berdasarkan karakteristik tertentu. 3. Kebijakan nasional
Artinya: Kebijakan nasional mencakup upaya untuk memahami dan mengelola keberagaman di suatu negara dan masyarakat. Hal ini berkaitan dengan pengakuan terhadap kelompok mayoritas dan minoritas dan bertujuan untuk menciptakan inklusi dan persatuan di tingkat nasional.
Tujuan: Kebijakan nasional bertujuan untuk meningkatkan persatuan dan identitas kelompok sosial yang berbeda. Hal ini dapat mencakup upaya membangun identitas nasional yang merangkul keberagaman. Perbedaan utama: Politik praktis lebih mementingkan perolehan dan pemeliharaan kekuasaan politik secara umum dibandingkan selalu dikaitkan dengan kelompok tertentu. Politik identitas erat kaitannya dengan penekanan pada aspirasi kelompok tertentu, penekanan pada hak istimewa, dan pengakuan identitas kolektif. Politik nasional berkaitan dengan upaya menciptakan persatuan dalam negara-bangsa dan berfokus pada integrasi dan pengelolaan keberagaman di dalamnya.
Namun, penting untuk diingat bahwa batas-batas antara ketiganya tidak jelas dan pada kenyataannya identitas dan politik nasional dapat bercampur tergantung pada konteks politik dan budaya negara tersebut.